by DNH | 01 Sep 2019
Great PERFECT10N! Hian Tjen,memasuki babak baru. Ia melewati satu dekade perjalanan kreatifnya, setelah berdiri pada tahun 2008 silam. Sebuah perjalanan panjang yang patut dibanggakan. Karena kecintaannya menciptakan karya-karya gaun yang feminin dan elegan membuat desainer ini sekaligus menerapkan kesabaran dalam menjalankan bisnisnya di kancah mode Indonesia.
Busana rancangan Hian Tjen memiliki teknik yang kompleks serta diperkaya dengan detail-detail yang spesifik. Kini, setelah lebih dari 10 tahun berkarya, keberadaannya sebagai desainer adibusana yang fokus pada kualitas karya semakin diakui. Istilah Couturier yang dilekatkan padanya, memiliki histori yang membanggakan.
Perhelatan 10 tahun karya Hian Tjen dirankum dalam sebuah pergelaran busana tunggal “Perfect10n” di Dian Ballroom, Raffles Hotel Jakarta, pada bulan Agustus 2019. Acara yang didukung oleh THANG Shoes, Rinaldy A. Yunardi, dan Make Over Cosmetics ini berjalan dengan elegan.
Untuk koleksi couture 2019/2020 ini, Hian Tjen masih berpegang teguh pada prinsip berkaryanya yaitu menciptakan desain klasik dan refined, dengan sentuhan feminin dan elegan.
Koleksi busana yang dipamerkan terinspirasi dari perempuan dalam komunitas Amish atau lebih dikenal sebagai The Amish. Kelompok yang menginspirasi Hian Tjen ini dikenal sebagai anggota persekutuan gereja Kristen tradisional dengan yang bermula pada era Anabaptis Jerman-Swiss sekitar tahun 1600-an. Komunitas yang juga dikenal sebagai plain people ini, dikenal ikonik dengan gaya busananya yang mayoritas berpenampilan serba polos.
Konsep tradisionalis, konvensional dan klasik yang pada busana terlihat begitu nyata, walaupun Hian Tjen melakukan modifikasi agar gaun-gaun tersebut menjadi relevan dengan gaya hidup saat ini dan juga kebutuhan konsumen modernnya. Adaptasi tersebut diterjemahkan dengan melakukan permainan bahan dan eksplorasi teknik detail yang cukup rumit. Detail seperti embroidery, quilting, beadings, pleats, atau cross-stitch, diaplikasikan ke berbagai pieces sehingga hasil akhirnya tidak terlalu heavy.
Photo by Raja Aria Octivano